Bulan Ramadan merupakan bulan yang paling ditunggu-tunggu oleh umat Muslim di seluruh dunia. Pasalnya, bulan ke-9 dari kalender Hijriah tersebut menyimpan berbagai makna penting dalam ajaran Islam, salah satunya adalah sebagai bulan diturunkannya kitab suci Al-Qur’an dan bulan penuh berkah serta ampunan.
Sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, tentunya bulan puasa selalu disambut dengan begitu meriah oleh berbagai masyarakat di penjuru Nusantara. Perbedaan ragam suku dan budaya tidak menjadi penghalang bagi masyarakat Indonesia untuk merayakan datangnya bulan suci dengan keunikannya masing-masing, layaknya semboyan “Bhineka Tunggal Ika” yang memiliki makna ‘berbeda-beda, tapi tetap satu’.
1. Tradisi Nyorog dari Betawi
Salah satu tradisi masyarakat Betawi yang dilakukan saat menjelang bulan Ramadan adalah nyorog. Istilah nyorog merupakan kegiatan memberikan bingkisan kepada sanak saudara. Kegiatan ini biasanya dilakukan dengan mendatangi anggota keluarga atau tetangga yang lebih tua dengan memberikan bingkisan berupa makanan.
Tak jarang masyarakat Betawi mengirimkan makanan khasnya, yakni sayur gabus pucung. Sayur gabus pucung berbahan dasar ikan gabus yang digoreng dan kemudian dimasak menggunakan berbagai rempah, seperti kemiri, cabai merah, jahe, dan kunyit. Dahulu, bingkisan yang dibagikan ketika melakukan Nyorog diletakkan di dalam rantang yang terbuat dari anyaman daun pandan. Namun, seiring perkembangan zaman, kini masyarakat betawi menggunakan rantang besi atau kotak makan untuk membagikan bingkisan Nyorog. Makanan khas Betawi yang sering dibagikan saat tradisi Nyorog di antaranya adalah sayur gabus pucung, ikan bandeng, dan olahan daging kerbau.
Nyorog dimaksudkan untuk menjaga silaturahmi, mempererat tali persaudaraan, dan ucapan meminta restu dan memohon agar diberi kelancaran dalam menjalankan ibadah puasa. Biasanya makanan khas yang dibawa saat melakukan nyorog adalah sayur gabus pucung, ikan bandeng, dan olahan daging kerbau.
2. Munggahan, Jawa Barat
Tradisi unik yang dilakukan oleh masyarakat di daerah Jawa Barat ini berasal dari bahasa Sunda, yang berarti “sampai ke”. Masyarakat Jawa Barat memaknai tradisi Munggahan sebagai sampainya mereka di bulan Ramadan. Oleh karena itu, Munggahan kerap dilakukan pada akhir bulan Syakban atau beberapa hari sebelum memasuki bulan Ramadan.
Tradisi yang sudah ada sejak masuknya ajaran Islam di tanah Sunda tersebut dilaksanakan dengan botram atau makan bersama, saling meminta maaf, bersilahturahmi ke rumah keluarga serta kerabat, dan melakukan bebersih di tempat ibadah dan makam keluarga. Munggahan dilakukan sebagai wujud rasa syukur kepada Allah serta untuk upaya membersihkan diri dari hal-hal buruk sebelum memasuki bulan suci Ramadan.
3. Nyadran, Jawa Tengah
Di masyarakat di Jawa Tengah menyebutnya dengan nyadran. Nyadran atau biasa disebut Nyekar adalah kegiatan ziarah ke makam leluhur. Nyadran adalah sebuah kegiatan wajib yang dilakukan oleh masyarakat Jawa sebelum memasuki bulan Ramadhan. Nyadran sendiri adalah tradisi pembersihan dan juga tabur bunga makam.
Yang unik dari tradisi ini adalah acara makan bersama (kenduri) yang dilakukan bersama-sama dengan hidangan hasil tani dan ternak warga, serta disajikan di atas daun pisang. Tradisi Nyadran dipercaya oleh masyarakat sebagai ritual pembersihan diri menjelang bulan suci, serta bentuk bakti kepada anggota keluarga yang telah meninggal dengan memanjatkan doa dan membersihkan makam.
4. Dugderan, Semarang
Di masyarakat di Semarang, punya kebiasan tersendiri dalam menyambut datangnya bulan Ramadhan atau bulan puasa, yang disebut dengan dugderan. Tradisi ini sudah dilakukan sejak tahun 1881 sampai sekarang. Tradisi Dugderan mirip seperti pesta rakyat. Rangkaian acaranya terdapat tari-tarian, karnaval, serta tabuh bedug.
Tradisi Dugderan juga diramaikan kehadiran maskot Dugderan bernama Warak Ngendog berupa kambing dengan kepala naga lengkap dengan kulit bersisik dari kertas warna warni dan dilengkapi dengan telur rebus.
5. Meugang, Aceh
Menurut informasi, tradisi Meugang sudah dilakukan oleh masyarakat Aceh pada masa Kerajaan Aceh, yakni sekitar tahun 1607-1636 Masehi. Tradisi Meugang merupakan tradisi tidak saja untuk menyambut datangnya bulan Ramadhan, tetapi juga untuk menyambut Idul Fitri dan Idul Adha.
Pada zaman Kerajaan Aceh, Kala itu, Sultan Iskandar Muda memotong hewan dalam jumlah besar dan membagikan dagingnya kepada seluruh rakyat Aceh sebagai ungkapan rasa syukur dan tanda terima kasih kepada rakyatnya.
Tradisi ini kemudian berkembang di masyarakat Aceh hingga saat ini, berupa memasak daging dalam jumlah besar dan menyantapnya bersama keluarga, kerabat, dan anak-anak yatim piatu.
Tak jarang daging yang sudah dimasak dibagikan masjid untuk dimakan oleh tetangga dan warga lain, sehingga semua orang dapat merasakan kebahagiaan melalui sedekah dan kebersamaan.
Meugang dilakukan dengan memasak daging dalam jumlah besar dan menyantapnya bersama keluarga, kerabat, dan anak-anak yatim piatu. Tak jarang daging yang sudah dimasak dibagikan masjid untuk dimakan oleh tetangga dan warga lain, sehingga semua orang dapat merasakan kebahagiaan melalui sedekah dan kebersamaan.
6. Padusan, Boyolali
Di Boyolali juga ada tradisi untuk menyambut datangnya bulan Ramadhan yang disebut dengan padusan.
Bahkan tradisi padusan dinilai sudah ada sejak zaman Wali Songo.
Padusan adalah kegiatan membersihkan diri di sumber-sumber mata air, untuk menyambut datangnya Ramadhan. Di banyak daerah seperti juga punya tradisi bersih-bersih diri dalam rangka datangnya bulan Ramadhan.
Bedanya, dalam tradisi padusan di Boyolali dilakukan sendiri-sendiri sehingga orang yang melakukannya dapat merenung dan merefleksikan kesalahan-kesalahan yang pernah dilakukan di masa lampau.
Itulah tradisi tradisi yangsecara turun temurun dilakukan masyarakat Muslim di Indonesia untuk menyambut datangnya bukan Ramadhan atau bulan puasa. ***
7. Malamang, Sumatera Barat
Malamang merupakan salah satu tradisi turun-temurun masyarakat Sumatra Barat yang dilakukan oleh kaum ibu-ibu dalam menyambut datangnya bulan Ramadan. Sesuai namanya, Malamang memiliki arti memasak lamang, yakni sajian yang terbuat dari beras ketan putih dan santan yang dikukus di dalam batang bambu muda.
Tradisi yang telah dilakukan sejak ratusan tahun silam berawal ketika Syekh Burhanuddin, pembawa ajaran Islam di Minangkabau, tengah bersilaturahmi ke rumah penduduk dan menyarankan masyarakat untuk menyajikan lamang ketika membagikan makanan kepada satu sama lain agar menghindari makanan haram.
Di daerah Pariaman dan Agam, tradisi ini masih sangat melekat di masyarakat dan bahkan menjadi tradisi yang tidak hanya dilakukan ketika menjelang bulan puasa, namun juga di berbagai perayaan besar maupun acara keluarga. Tujuan dari tradisi unik ini adalah untuk berkumpul bersama sanak saudara serta mempererat tali kekeluargaan.
8. Kirab Dandangan, Kudus
Kirab Dandangan merupakan kirab (festival) yang dilakukan oleh masyarakat Kudus untuk menandai dimulainya ibadah puasa. Istilah dandangan atau dhandhangan diambil dari lantunan suara bedug masjid yang ditabuh ketika memasuki awal bulan Ramadan. Awalnya, tradisi ini dilakukan oleh para santri yang menunggu pengumuman puasa oleh Sunan Kudus di Masjid Menara Kudus. Kesempatan tersebut pun akhirnya dimanfaatkan oleh para pedagang untuk ikut berjualan di sekitar masjid, sehingga kini kirab pun dijadikan momen warga untuk berkumpul sebelum memasuki bulan puasa.
Selama kirab berlangsung, desa-desa yang ada di Kudus akan menampilkan kehebatan desa mereka dengan mengarak kerajinan yang mereka buat dari Jalan Kiai Telingsing menuju Masjid Menara Kudus. Puncak dari tradisi Kirab Dandangan adalah pementasan teatrikal sejarah perayaan Dandangan yang diisi oleh warga Kudus.
Unik-unik sekali ya tradisi menjelang Ramadan yang dilakukan di berbagai daerah di Indonesia! Berkat nilai religi dan keunikannya, tradisi-tradisi tersebut tak jarang menarik wisatawan untuk datang langsung dan menyaksikan perayaan khas tersebut, lho, Wegonesia. Ingin lihat langsung pagelaran tradisi menjelang puasa di berbagai daerah di Indonesia? Pesan aja tiket pesawatnya di Wego!
Temukan beragam pilihan penerbangan dan dapatkan promo penginapan terbaik di situs Wego. Jangan lupa untuk unduh aplikasinya di App Store dan Google Playstore agar Wegonesia tidak ketinggalan dengan penawaran-penawaran terbatas bagi pengguna aplikasi!
9. Ziarah Kubro, Palembang
Tradisi Ziarah Kubro sudah menjadi agenda tahunan bagi masyarakat Muslim Palembang yang tinggal di sepanjang Sungai Musi, khususnya bagi komunitas Arab di sekitarnya. Tradisi yang diartikan sebagai ziarah kubur tersebut merupakan kegiatan mengunjungi makam para ulama dan pendiri Kesultanan Palembang Darussalam atau ‘waliyullah’ secara massal. Meski dilaksanakan secara massal, tradisi ini hanya dikhususkan bagi kaum laki-laki.
Kegiatan ziarah ini biasanya diisi dengan para peziarah yang mengenakan pakaian serba putih dan melakukan pawai menuju sejumlah titik ziarah di Palembang. Tradisi ini pun berlangsung selama 3 hari berturut-turut dan kerap kali diikuti oleh peziarah yang datang dari kota-kota lain, seperti Aceh, Jambi, Jakarta, dan kota-kota Jawa Timur. Momen ini juga digunakan sebagai waktu bagi peziarah untuk melakukan silaturahmi dengan sanak saudara dan sesama umat Muslim.
10. Balimau, Minangkabau
Balimau adalah tradisi unik yang telah diwariskan secara turun-temurun oleh masyarakat Minangkabau, yakni melakukan pemandian dengan jeruk nipis untuk membersihkan diri secara lahir batin sebelum memasuki bulan suci. Tradisi ini dilakukan satu atau dua hari sebelum memasuki bulan Ramadan dan dilaksanakan di kawasan yang dialiri oleh sungai ataupun memiliki tempat pemandian.