UJIAN SEKOLAH (US) ditahun 2022 adalah menjadi salah satu momen yang paling berkesan dan selau diingat. Di momen itu, para siswa merasa semua beban yang dipikul selama sekolah lepas dan mereka siap untuk melanjutkan hidup yang dianggap lebih menyenangkan, itulah pola pikir yang berkembang bagi kebanyakan para siswa di era milenial ini.
Jumat, 18 Maret 2022, merupakan hari terkahir Ujian Sekolah (US), semua siswa telah melaksanan kegiatan US dengan tertib dan lancar, kegiatan US secara PTM dilaksanakan tentu melalu Prokes yang sudah ditentukan, Mata pelajaran pada hari terakhir US adalah:
- 00-09.00 TKJ: Administrasi Infrastrktur Jaringan
AKL : Praktik Akuntasi Perusahaan Jasa, Dagang, Manufaktur
OTKP: Otomatisasi Tata Kelola Kepegaian
BDP : Penataan Produk
- 30-11.30
AKL: Komputer Akuntansi
OTKP: Otomatisasi Tata Kelola Humas dan Keprotokolan
BDP: Administrasi Transaksi
Seperti diketahui, bahwa nilai Ujian Sekolah (US) merupakan salah satu syarat penentu kelulusan siswa. Selain itu juga ada nilai rapot dan nilia sikap siswa yang harus diperhatikan. Untuk itu, para siswa hendaknya dapat mempersiapkan diri dengan baik dalam menghadapi Ujian Sekolah dan mempersiapkan Ujian Pasca selesainya US, Jika kita menilik dari sejarah anak muda di Indonesia kebanyakan mereka akan melakukan corat-coret seragam sekolah, konvoi, hingga beberapa di antaranya melakukan aksi tawuran sebagai bentuk kebebasan. Budaya ini seperti mendarah daging, selalu ada di setiap tahunnya dan tindakan tegas pun terus dilakukan tapi sepertinya tidak melunturkan “warisan” generasi sebelumnya itu, aksi corat-coret ini memang bentuk kebebasan yang dilampiaskan secara sadar oleh remaja dan ini adalah tindakan yang salah!
Ujian akhir yang dianggap sudah selesai selama 3 tahun sekolah penuh tugas, tentu menimbulkan perasaan luar biasa menyenangkan. Apalagi sudah 2 tahun terakhir ini kita diuji dengan pandemic covid 19, yang telah berdampak disemua sector kehidupan termasuk dalam dunia Pendidikan, di tahun pertama kita belajar mayoritas secara online (PJJ), ini ketika berkembangnya covid 19 yang bervarian alfa, yang memakan banyak korban jiwa, bahkan setiap hari ditayangan disemua stasiun televisi meninggal akibat covid 19, sehingga menimbulkan kegelisan bagi kita semua lapisan masyarakat, kemudian berkembang lagi varian delta, sehingga pemerintah melakukan kebijakan untuk Vaksin untuk melindungi warga bangsa indonesia. Khususnya bagi para insan dalam dunia Pendidikan, bagi Guru, siswa wajib melakukan Vaksinasi, demi melindungi keselamatan diri kita semua.
Sehingga pembelajaran calon siswa yang lulus 2 tahun terakhir ini adalah alumni dari covid 19, dimana system pembelajaranya didominasi oleh PJJ, termasuk di SMK 22 Jakarta, PTM di mulai pada semester Genap yaitu dibulan Februari itupun hanya boleh 50 %, sesuai ungkapan dari sekretaris Jenderal Kemendikbud Ristek, Suharti, menyatakan mulai Kamis (3/2/2022) PTM terbatas di daerah PPKM Level 2 dapat dilaksanakan dengan kapasitas 50 persen. “Mulai hari ini, daerah-daerah dengan PPKM level 2 disetujui untuk diberikan diskresi untuk dapat menyesuaikan PTM dengan kapasitas siswa 100 persen menjadi kapasitas siswa 50 persen,” kata Suharti.
Perasaan ini biasanya diluapkan dengan cara corat-coret seragam sebagai ekspresi kebebasannya pada saat kelulusan. Perilaku tersebut sering kali dibiarkan oleh orangtua dan sekolah karena dianggap hanya corat-coret baju dan ini bukanlah hal yang membahayakan dan cukup wajar dilakukan ketika mereka berhasil melalui tahap yang penuh kecemasan dan ketegangan.
Hal ini menurut Ahli Psikologi menimbulkan perilaku yang diulang dan pada akhirnya menjadi ‘budaya’ turun temurun. Padahal jika dilihat, banyak perilaku yang menyertai corat-coret baju ini, seperti konvoi dan ugal-ugalan di jalan raya yang tidak jarang menyebabkan kecelakaan.
Bahkan tidak jarang juga disertai tindakan asusila, seperti merobek baju siswa perempuan hingga terlihat auratnya atau malah melakukan hubungan intim bagi pasangan remaja. Pemaknaan kebebasan dan ekspresinya yang menjadi budaya turun temurun di sini tentu sudah berlebihan dan sangat tidak sesuai dengan kaidah yang kita percaya.
Terlihat di sini, moral yang ada bisa jadi tidak tertanam dengan baik atau dipersepsi salah, di mana menurut Chaplin (2006), moral mengacu pada akhlak yang sesuai dengan peraturan sosial atau menyangkut hukum atau adat kebiasaan yg mengatur tingkah laku.
“Apabila hal ini terus dibiarkan, maka tidak heran jika perilaku para remaja tersebut menggambarkan rendahnya nilai moral yang dimiliki, karena menganggap perilaku tersebut wajar-wajar saja untuk dilakukan dan sudah menjadi ‘warisan’ dalam merayakan kelulusan,” tegas Ahli Psikolog.
Remaja dengan kegalauannya yang masih tersisa antara sudah keluar dari masa anak-anak, sudah merasa besar, namun belum cukup matang untuk menjadi dewasa, tentu masih memerlukan pengawasan dan pengarahan agar nilai-nilai moral dapat tertanam dengan baik, sehingga ekspresi kebebasan dapat diluapkan dengan cara yang benar serta tidak menjadi ekspresi yang kebablasan.
Ekspresi kebebasan bisa ditunjukkan dengan cara yang lebih bermakna. Misalnya dengan memanfaatkan seragam yang ada, dan dikumpulkan seragama yang layak dan membagikan kepada yang berhak membutuhkan baik secara perorangan atau Lembaga panti asuah tertentu, Jika “barang yang masih bagus ” tersebut digunakan oleh orang yang membutuhkan, bukankah kesenangan akan lebih terasa?” saran dari penulis.
Melihat fenomena diatas kisah tradisi corat-mencoret seragama diatas tidak pernah dilakukan oleh siswa/I SMKN 22 Jakarta, terbukti karena Ketika sudah selesai akhir Ujian Sekolah (US) semua siswa diarahkan untuk segera pulang kerumah masing-masing, dan Staf kesiswaan, telah melakukan kontroling ke tempat tertentu, memastikan bahwa tidak ada siswa yang melakukan perkumpulan untuk melakukan corat – coret.
Semoga Tulisan yang sederhana ini, bisa menjadi nilai positip bagi para siswa dan umumnya keluarga besar bagi SMKN 22 Jakarta.